Aku sedih jikalau menggambarkannya, imanku bagai bunga padi yang mudah tertiup angin.
Aku malu dengan Allah, aku malu.
Aku hanya meminta kenikmatan saja, dengan enggan bersyukur, seakan-akan nikmat itu tanpa ada yg memberi,tanpa ada yang mencipta.
Aku yang selalu mengeluh jika mencicipi sedikit ujian yang Ia beri.
Aku juga punya dosa yang tak terkira banyaknya. Tapi bolehkah aku mengharap surga yang abadi kelak?
Aku jadi teringat untaian lembut tapi mengena dari Ibnu Athailla.
Bisa jadi Allah membuka pintu ketaatan bagimu, tetapi tidak membuka pintu pengabulan (diterimanya ketaatan itu). Boleh jadi Allah menakdirkanmu berbuat dosa, tetapi ternyata itu menjadi penyebab sampainya tujuan (kepadaNya).
Plak! Ya  aku tertampar untuk hitungan yang aku tak sanggup lagi untuk  sekedar  mengingatnya, mungkin karena terlalu sering. Allah sungguh  sayang akan  hamba-hambaNya, Ia sangat sayang. Allah selalu menegurku,  dan ini sudah  teguran yang entah keberapa Allah berikan kepadaku.
Optimis,  bahwa setelah gelap pasti ada terang, setelah ada kesusahan  pasti ada  kemudahan. Fainna maal usri yusro inna maal usri yusro.  Mungkin, Allah  tak ingin membiarkanku menjadi insan yang biasa. Ya aku  ingin berubah,  tapi perlahan (huehehe), aku sangat lamban dalam  beradaptasi untuk  perubahan, oleh karena itu terkadang ku berfikir  berulang kali.
Alhamdulillah,  selama ini aku bisa merasakan perubahan yang aku  jalani, walaupun  memang masih lamban. Tapi bukankah perubahan ke arah  lebih baik itu  harus? Hatta sebesar biji zarrah. Perubahan itu harus, pasti dan ada.
Bukankah harapan tanpa keyakinan itu kosong?
Malaysia, 18 Januari 2011. 



 
No comments:
Post a Comment